Thursday, January 19, 2012

Rasa yang Membelenggu



Aku terdiam dibatas lelahku, lelah bersembunyi dalam rasaku yang membelenggu. Pandanganku kosong menatap rinai hujan yang seakan tau isi hatiku, derainya berlomba-lomba dengan air mataku.

Dua tahun tanpa sosokmu yang selalu ku rindu, dua tahun tanpa tatapanmu yang selalu melukiskan tanda tanya, dua tahun tanpa derap langkahmu yang selalu ku nanti, tak mampu membuatmu benar-benar hilang dalam hatiku.

Seandainya hatimu belum berlabuh pada wanita itu mungkin keberanianku akan terlontar sebelum kau benar-benar melepaskan seragam putih abu-abumu, walau mungkin kau tak kenal aku, walau mungkin sesudahnya kau akan membenciku dan akan bilang aku wanita gila. Mungkin itu akan lebih baik dari pada aku harus menelan harapan kosong darimu.
Seandainya usiaku satu tahun diatas usiaku, mungkin aku akan sekelas denganmu, tentu lebih mudah bagiku berteman dengan sosokmu yang dingin, mengenal lebih dalam kepribadianmu, mencuri perhatian dan hatimu hingga kita terjatuh dalam satu rasa yang sama, merajut kisah manis diatas benang kesetiaan yang hanya bisa terputus oleh kematian. Indah memang, namun hanya bisa tercipta diruang khayalku.

Empat tahun sudah rasa ini menyiksa, tanpa rasamu dan hadirmu. Kau masih setia bersamanya, mengukir perjalanan cinta mu yang terlihat begitu manis dan indah. Kesetiaanmu membuatku semakin berdecak kagum padamu. Sedangkan aku, aku terhempas dalam persakitan, mereka yang ku temui tak ada yang bisa benar-benar memusnahkanmu dalam hati dan pikiranku walau sesungguhnya aku sangat ingin, dan satu orang diantaranya yang ku cintai tulus dan mampu menggantikanmu ternyata palsu dan kau kembali menjadi sosok yang ku dambakan.

Aku tak mengerti mengapa begitu sulit? ragamu tak pernah terjamah oleh tanganku, bahkan suaramu pun aku tak pernah mendengarnya. Ini gila, dan aku ingin terlepas dari ikatan cinta gilaku.

Kau ingat? karena keinginan konyolku dulu lewat sahabatku, kau mungkin mengira aku wanita pengganggu dan tak tau diri. Aku memang ingin dihari 17 tahun yang lalu aku dilahirkan mendapatkan sebuah ucapan darimu, namun aku benar-benar tak tau jika sahabatku seakan memohon padamu untuk melakukannya. Bodohnya lagi, emosiku meledak ketika sebuah pesan singkatmu mendarat dihandphoneku.

"selamat ulang tahun ya, semoga panjang umur, sehat selalu dan nilai UN nya nanti memuaskan"

Tangisku pecah membacanya

"sebelumnya terimakasih ka, tapi aku tau pasti kakak disuruh sama Tari kan?"

"iya memang dia yang minta"

"maaf ka klo keinginan aku konyol tapi aku gak pernah nyuruh dia buat lakuin itu dan kalau kakak terpaksa lebih baik gak usah ngucapin dan aku gak mau kakak beranggapan aku suka sama kakak"

"harusnya kamu terimakasih sama dia, dia sahabat yang baik"

entah mengapa emosiku terus berlanjut padamu dan kau semakin membela sahabatku. Memang harusnya aku berterimakasih dan bahagia namun entahlah, aku hanya tak suka jika ucapanmu itu berasal dari sebuah paksaan, hanya itu. Mungkin sejak saat itulah aku menjadi sosok wanita yang jelek dimatamu, aku wanita tak baik dan egois. Dan sejak itu kau benar-benar hilang dari hidupku, nomormu tak dapat lagi dihubungi.

Aku tau banyak pria lain diluar sana yang jauh lebih baik darimu, dan telingaku hampir mendidih karena ucapan itu yang terus-menerus berdatangan. Namun selama pencarianku, tak ada yang baik sepertimu, tak ada yang setia dan setulus dirimu. Aku selalu berharap kesempatan itu akan datang walau status kita hanya sebatas teman dan tak lebih, aku hanya ingin lebih mengenalmu dan kau harus tau bahwa sifatku tak seburuk yang kau kira.

Sekarang, aku hanya bisa menunggu, menunggu sang waktu untuk sudi melepas semua rasa dan impianku padamu.

4 comments:

About

.
.