Saturday, January 7, 2012

Aku Benci 18!!



Ketakutan itu terus-menerus menerjang pikiranku, mengusik hatiku. Aku tak mengerti dan tak akan pernah mengerti mengapa semua itu harus terjadi pada tanggal 18? Apakah ada tanggal atau tahun tertentu yang menyebabkan kesialan seseorang? tadinya aku berfikir bahwa hal semacam itu hanya ada ditelevisi dengan sandiwara yang apik tapi tak bisa ku pungkiri bahwa aku mengalaminya. Tak ada pula yang meramalku sebelumnya seperti difilm-film itu, semua terjadi begitu saja tanpa ada peringatan sebelumnya. Apakah semua ini ada hubungannya dengan rumahku yang bernomor C.18 dan Rw 18??? bagaimana cara melogiskannya??? ini semua sulit untuk dilogikakan, tapi semua ini adalah kenyataan. Entahlah, ini sebuah kebetulan, takdir atau mungkin kutukan????



18 Januari:
Kakakku, Sarah, mengalami pendarahan yang hebat saat melahirkan anak pertamanya. Berjam-jam dia merintih kesakitan, mengerang-ngerang hingga nyawanya melayang bersamaan dengan suara seorang bayi yang keluar dari rahimnya.

18 Februari:
Keluargaku mendapat kabar dari Bibiku di Medan bahwa suaminya, Pamanku, hilang!! Pamanku seorang nelayan dan kemungkinan besar beliau hilang dilaut. Keluarga, penduduk setempat dan polisi sudah berhari-hari mencarinya namun sampai detik ini Paman belum ditemukan. Entah Paman masih bernyawa atau tidak, yang jelas Paman harus ditemukan dalam bagaimanapun keadaannya. Kami sekeluarga sudah mengirimkan berita kehilangan ini ke media massa namun tak ada laporan yang bahagia satupun.


18 Maret:
Restaurant milik Papa kebakaran. Restaurant yang sudah dirintis belasan tahun, kini lenyap tanpa sisa. Entah apa penyebabnya, kejadiannya tengah malam saat restaurantnya sudah tutup, tak ada satu karyawan pun disana. Hanya ada dua satpam disana, namun semuanya terlambat, saat petugas pemadam kebakaran datang si jago merah sudah melahap hampir seluruh bagian tubuh restaurant. Tapi untunglah tak ada korban dalam kebakaran tersebut.

18 April:
Papanya Arya, kekasihku, meninggal karena suatu kecelakaan mobil. Mobilnya hancur bersama Om Haris didalamnya, Om Haris meninggal seketika.

18 Mei:
Mamanya Arya divonis dokter mengidap kanker otak dan sudah stadium akhir. Memang gejalanya sudah terasa lama, namun Tante Farah tidak pernah mau periksa, dia lebih memilih waktunya untuk bekerja keras dibanding harus memikirkan masalah yang sulit obatnya, buat beliau itu hanya menghabiskan uangnya saja dan beliau sangat keras kepala, apalagi emosinya sulit dikendalikan. Dokter memprediksikan bahwa umurnya hanya tinggal menghitung hari, namun kami semua lebih percaya Tuhan dibanding dokter.

18 Juni:
Suami Tanteku yang di Surabaya meninggal karena penyakit jantungnya. Usahanya bangkrut total dan penyakit jantungnya kumat, beliau hanya bertahan empat hari di rumah sakit.

18 Juli:
Mamanya Arya meninggal. Beruntung prediksi dokter meleset, Tante Farah bisa bertahan sampai dua bulan. Sebelum detik-detik kepergiannya, beliau pernah berpesan padaku “kalau Arya gak selamanya sama kamu, kamu harus tetap semangat ya jalanin hari-hari kamu”. Aku tak mengerti apa maksudnya, kami menjalin hubungan sudah terbilang sangat lama, lima tahun, dan tak mungkin Arya mengkhianatiku apalagi meninggalkanku, kami berdua saling cinta, masing-masing keluarga pun sudah saling dekat.

18 Agustus:
Keponakanku, anak satu-satunya Kak Sarah meninggal. Entah apa sebabnya, karena sebelumnya dia gak sakit atau punya penyakit apapun, dia pun sangat anteng, tidak merengek-rengek kelaparan, kehausan atau kesakitan.

Tuhan apa maksud dibalik ini semua??? mengapa harus terjadi ditanggal dan tahun yang sama?? aku tau sebagai manusia, aku tak pernah luput dari dosa, dosaku menggunung, tapi haruskah aku menerima hukuman ini?? iya, apakah ini hukuman dari-Mu?? selama hidupku, aku tak pernah punya musuh. Mama Papa juga orang yang sangat baik, apakah ada dalang dibalik ini semua selain Engkau Tuhan?? aku tak mau lebih banyak lagi kejadian menyedihkan ini menimpaku. Cukup sampai dibulan kedelapan saja penderitaan ini, aku mohon jangan berlanjut…

***

Benar saja di Bulan September dan Oktober tak ada kejadian yang aneh dan menyedihkan, semuanya terasa indah, hari-hariku sangat bahagia bersama Arya. Bahkan saat aku ulang tahun, Arya memberiku kejutan yang sangat romantis. Padahal tahun ini adalah ulang tahunku yang ke 18 tapi syukurlah semuanya aman.

Hari ini aku dan Arya akan menonton pertandingan bola Sea Games distudion Gelora Bung Karno, Arya yang memaksaku untuk ikut menontonnya karena hari ini Indonesia melawan musuh bebuyutannya alias Malaysia, sekaligus menjadi perpisahan aku dengan Arya karena seusai pertandingan nanti dia akan langsung pergi ke Jogja, dia ingin tinggal disana bersama Adik dan Neneknya karena di Jakarta dia tak punya siapa-siapa lagi.

Kekalahan Indonesia seakan ikut berkabung atas kepergian Arya ke Jogja, namun Indonesia masih punya harapan untuk menang dalam final nanti, sedangkan aku tak punya harapan untuk membatalkan kepergian Arya, ini sudah keputusan final Arya, keputusannya sudah bulat untuk ke Jogja. Aku sangat berat melepasnya namun aku tak boleh egois, itu pilihannya. Aku pun mengantar Arya ke bandara.


“kamu baik-baik ya sayang disini, aku gak akan lama kok di Jogja” ucap Arya seraya memelukku
“iya kamu juga baik-baik ya disana”
“seandainya kamu bisa ikut, aku pasti seneng banget”
“aku mau banget ikut kamu, tapi sekolahku gimana?”
“yasudah kamu belajar yang bener tapi besok nyusul aku ya, hehe” ledek Arya melepaskan pelukannya
“mana mungkin boleh sama Mama Papa” jawabku manyun, disaat suasana haru seperti ini masih saja bisa bercanda
“bercanda sayang, yaudah aku pergi dulu ya” ucapnya kemudian mencium keningku dan berlalu, aku hanya tersenyum dan menangis.

***

Jam 03 sore

“sore ini Mama sama Papa jemput kamu ya disekolah, kamu tunggu disana jangan kemana-kemana, kami sedang on the way” ucap Mama dibalik handphonenya, baru ku jawab iya Mama sudah mematikan teleponnya. Beribu pertanyaan menyangkut diotakku. Aku bingung, sepertinya ada sesuatu yang sangat penting.

Tumben banget jemputnya mendadak gini, biasanya juga konfirmasi dulu beberapa jam sebelumnya kalau mau jemput. Nada suara Mama juga kayak dikejar-kejar setan begitu, nafasnya gak beraturan banget.

Segala pikiran buruk ku tepis, aku memilih makan dulu sambil menunggu mereka datang, dari pada stres mikirin tingkah aneh Mama mending isi perut dulu.


“sekarang juga kamu harus ke Jogja” baru ku duduk satu detik dimobil aku dibuat kaget dengan perintah Mama.
“hah? ke Jogja? buat apa Ma?” tanyaku penasaran
“entahlah, tadi adiknya Arya telepon kerumah, dia bilang Arya ingin bertemu sama kamu”
“kenapa harus hari ini Ma?”
“Mama juga gak tau, mungkin ada hal penting yang gak bisa ditunda, sudah kamu kesana saja untuk memastikan kebenarannya”
“sama Mama Papa kan?”
“gak, Mama sama Papa masih ada urusan dikantor, kita cuma nganterin kamu kebandara, nanti disana sudah ada Adik Arya yang akan menjemput kamu” aku hanya bisa pasrah menuruti perintah Mama, aku pun tak ingin bertanya lebih banyak lagi, percuma karena Mama akan tetap kekeuh menyuruhku pergi kesana, Arya dan kedua orangtua ku sangat dekat terutama Mama jadi gak heran kalau Mama begitu antusias mengabulkan keinginan Arya, lagi pula yang tau jawaban pastinya cuma Arya, Adiknya dan Tuhan. Aku pun mencoba menghubungi Arya namun nomornya tidak aktif.

Tibalah aku dibandara, Mama tak menyiapkan apapun untukku, aku pun pergi tanpa membawa baju ganti, tak apalah kan ada Arya. Lagi pula kata Mama aku hanya sebentar, hari Minggu pulang jadi hanya dua hari.

***

Setiba di Jogja terlihat Adiknya Arya bernama Galih sedang gelisah menungguku. Dia masih kelas satu SMA.

“Galih, ada apa sih?”
“kakak ikut aku aja, nanti juga tau, tapi kakak harus pake kain penutup mata ini” jawabnya sembari menyodorkan kain hitam padaku
“harus ya?”
“iya, ada kejutan buat kk, udah nurut aja” aku pun menuruti keinginan konyolnya Galih, walau aku risih seperti ini tapi aku coba mengikuti permainannya.

15 menit kemudian aku mendengar suara orang banyak sedang mengaji, semakin ku langkahkan kakiku kedepan semakin jelas terdengar dann…ya Tuhan itu surat yasin!!! ini dimana? apakah dirumah Neneknya Arya? lalu surat yasin itu untuk apa? tanpa minta izin dan bertanya pada Galih aku pun membuka kainnya.

Bendera kuning!!! dihadapanku, siapa yang meninggal??? aku pun segera masuk kedalam, semua orang terkejut dengan kehadiranku dan kontan menghentikan suaranya namun aku tidak peduli, butiran air mataku terjatuh tanpa ku minta, tetesannya makin deras ketika aku melihat seseorang yang terbujur kaku dan tertutup kain bercorak cokelat itu dilantai, aku membukanya perlahan, tangisku makin pecah tak berarah, itu Aryaaaaa……..kepalaku berat, aku menjerit hebat hingga ku tergeletak tak sadarkan diri disamping jenazah.


Setengah jam berlalu, aku tersadar dengan harapan kejadian tadi hanyalah sebuah mimpi, namun aku tak bermimpi, Arya benar-benar telah tiada. Ku buka perlahan kelopak mataku yang terasa berat, ada seorang wanita yang sangat aku kenal dan sangat dekat denganku.

“Lia, kamu sudah sadar” ucapnya, pandanganku semakin jelas dan itu Mama, sejak kapan Mama ada disini? disamping Mama juga ada Papa.
Seketika aku menangis lagi mendengar suara orang-orang mengaji itu. Aku tak henti-hentinya menangis, aku sangat terpukul. 

Inikah kejutan untukku? inikah arti dari pesan Tante Farah beberapa bulan yang lalu? inikah lelucon Arya sewaktu keberangkatannya ke Jogja dan menyuruhku untuk datang? aku sudah datang hari ini, aku mengabulkan permintaanmu Arya tapi kenapa kamu malah pergi????

Ternyata Mama dan Papa sengaja menyusulku, mereka sudah tau semuanya dari awal tapi mencoba menutupinya dari aku. Aku pun tak diizinkan untuk ikut kepemakaman Arya namun aku keras kepala, aku ingin mengantarkan Arya keperistirahatan terakhirnya, tak peduli apa yang akan terjadi padaku nanti, kalaupun aku harus ikut terkubur bersama Arya, aku mau!!!

Belum sampai jenazah Arya masuk keliang lahad, aku tergeletak lemas dan pingsan.

Malam harinya dengan mata yang bengkak, wajah yang sembab dan suara yang parau hampir hilang, aku duduk diteras rumah Nenek Arya untuk menikmati udara malam dan melihat bintang-bintang untuk sekejap menghilangkan penatku dan sedihku.

“astaga!! sekarang kan tanggal 18″ ucapku terhenyak seraya menepuk jidat. Sesaat ku teringat bahwa ini adalah tanggal 18 November, ya pertandingan bola kemarin adalah tanggal 17 hari Kamis, aku tak menyadarinya, ya Tuhaaaaaannnnn kenapa harus tanggal itu lagi? Seketika awan bagaikan arang, gelap kelabu, bintang redup, sinarnya tak terpancar, rembulan murung menatap kehancuranku. Tangisku pecah lagi, tak ada lagi keindahan yang dapat ku nikmati hari ini, bahkan mungkin sampai besok, lusa dan selamanya. Apa maksud Tuhan merencanakan semua ini untukku? supaya apa? supaya aku tegar? tidak, semua ini membuatku rapuh dan sangat rapuh? supaya aku lebih dewasa? aku sudah cukup dewasa untuk memahami semua ini, yang aku tau ini bentuk ketidakadilan, bentuk kekejaman dan bentuk keegoisan. Semuanya direnggut oleh maut, termasuk kebahagiaanku, kalaupun tanggal 18 Desember adalah hari kematianku, aku siap!

“sayang kamu yang sabar ya, masih ada Mama sama Papa. Semuanya sudah suratan takdir, kamu gak boleh menyalahkan Tuhan. Kamu tau kan kalau Tuhan gak akan memberi cobaan ke kita diluar batas kemampuan kita? dan menurut Tuhan kamu wanita yang sangat kuat, sangat tegar, makanya cobaan kamu seberat ini. Kalau kamu ikhlas dan tabah, cepat atau lambat kesedihanmu yang bertubi-tubi itu akan diganti dengan kebahagiaan yang bertubi-tubi juga, Tuhan tau yang terbaik untuk setiap umat-Nya” ucap Mama menyeka air mataku dan memelukku.

Setidaknya ucapan dan pelukan Mama bisa sedikit menenangkan hatiku, aku tau Mama juga merasakan kesedihanku. Setidaknya aku bersyuukur karena masih punya Mama dan Papa.

 _______THE END_______

No comments:

Post a Comment

About

.
.