Ketakutan itu terus-menerus menerjang pikiranku, mengusik hatiku. Aku
  tak mengerti dan tak akan pernah mengerti mengapa semua itu harus  
terjadi pada tanggal 18? Apakah ada tanggal atau tahun tertentu yang  
menyebabkan kesialan seseorang? tadinya aku berfikir bahwa hal semacam  
itu hanya ada ditelevisi dengan sandiwara yang apik tapi tak bisa ku  
pungkiri bahwa aku mengalaminya. Tak ada pula yang meramalku sebelumnya 
 seperti difilm-film itu, semua terjadi begitu saja tanpa ada peringatan
  sebelumnya. Apakah semua ini ada hubungannya dengan rumahku yang  
bernomor C.18 dan Rw 18??? bagaimana cara melogiskannya??? ini semua  
sulit untuk dilogikakan, tapi semua ini adalah kenyataan. Entahlah, ini 
 sebuah kebetulan, takdir atau mungkin kutukan????
18 Januari:
Kakakku,
 Sarah, mengalami pendarahan yang hebat saat melahirkan anak  
pertamanya. Berjam-jam dia merintih kesakitan, mengerang-ngerang hingga 
 nyawanya melayang bersamaan dengan suara seorang bayi yang keluar dari 
 rahimnya.
18 Februari:
Keluargaku
 mendapat kabar dari Bibiku di Medan bahwa suaminya, Pamanku,  hilang!! 
Pamanku seorang nelayan dan kemungkinan besar beliau hilang  dilaut. 
Keluarga, penduduk setempat dan polisi sudah berhari-hari  mencarinya 
namun sampai detik ini Paman belum ditemukan. Entah Paman  masih 
bernyawa atau tidak, yang jelas Paman harus ditemukan dalam  
bagaimanapun keadaannya. Kami sekeluarga sudah mengirimkan berita  
kehilangan ini ke media massa namun tak ada laporan yang bahagia  
satupun.
18 Maret:
Restaurant
 milik Papa kebakaran. Restaurant yang sudah dirintis belasan  tahun, 
kini lenyap tanpa sisa. Entah apa penyebabnya, kejadiannya tengah  malam
 saat restaurantnya sudah tutup, tak ada satu karyawan pun disana.  
Hanya ada dua satpam disana, namun semuanya terlambat, saat petugas  
pemadam kebakaran datang si jago merah sudah melahap hampir seluruh  
bagian tubuh restaurant. Tapi untunglah tak ada korban dalam kebakaran  
tersebut.
18 April:
Papanya
 Arya, kekasihku, meninggal karena suatu kecelakaan mobil.  Mobilnya 
hancur bersama Om Haris didalamnya, Om Haris meninggal  seketika.
18 Mei:
 
 Mamanya Arya divonis dokter mengidap kanker otak dan sudah  stadium 
akhir. Memang gejalanya sudah terasa lama, namun Tante Farah  tidak 
pernah mau periksa, dia lebih memilih waktunya untuk bekerja keras  
dibanding harus memikirkan masalah yang sulit obatnya, buat beliau itu  
hanya menghabiskan uangnya saja dan beliau sangat keras kepala, apalagi 
 emosinya sulit dikendalikan. Dokter memprediksikan bahwa umurnya hanya 
 tinggal menghitung hari, namun kami semua lebih percaya Tuhan dibanding
  dokter.
18 Juni:
Suami
 Tanteku yang di Surabaya meninggal karena penyakit jantungnya.  
Usahanya bangkrut total dan penyakit jantungnya kumat, beliau hanya  
bertahan empat hari di rumah sakit.
18 Juli:
Mamanya
 Arya meninggal. Beruntung prediksi dokter meleset, Tante Farah  bisa 
bertahan sampai dua bulan. Sebelum detik-detik kepergiannya, beliau  
pernah berpesan padaku “kalau Arya gak selamanya sama kamu, kamu harus  
tetap semangat ya jalanin hari-hari kamu”. Aku tak mengerti apa  
maksudnya, kami menjalin hubungan sudah terbilang sangat lama, lima  
tahun, dan tak mungkin Arya mengkhianatiku apalagi meninggalkanku, kami 
 berdua saling cinta, masing-masing keluarga pun sudah saling dekat.
18 Agustus:
Keponakanku,
 anak satu-satunya Kak Sarah meninggal. Entah apa sebabnya,  karena 
sebelumnya dia gak sakit atau punya penyakit apapun, dia pun  sangat 
anteng, tidak merengek-rengek kelaparan, kehausan atau kesakitan.
Tuhan
 apa maksud dibalik ini semua??? mengapa harus terjadi  ditanggal dan 
tahun yang sama?? aku tau sebagai manusia, aku tak pernah  luput dari 
dosa, dosaku menggunung, tapi haruskah aku menerima hukuman  ini?? iya, 
apakah ini hukuman dari-Mu?? selama hidupku, aku tak pernah  punya 
musuh. Mama Papa juga orang yang sangat baik, apakah ada dalang  dibalik
 ini semua selain Engkau Tuhan?? aku tak mau lebih banyak lagi  kejadian
 menyedihkan ini menimpaku. Cukup sampai dibulan kedelapan saja  
penderitaan ini, aku mohon jangan berlanjut…
***
Benar
 saja di Bulan September dan Oktober  tak ada kejadian yang aneh dan 
menyedihkan, semuanya terasa indah,  hari-hariku sangat bahagia bersama 
Arya. Bahkan saat aku ulang tahun,  Arya memberiku kejutan yang sangat 
romantis. Padahal tahun ini adalah  ulang tahunku yang ke 18 tapi 
syukurlah semuanya aman.
Hari ini aku dan Arya akan 
menonton  pertandingan bola Sea Games distudion Gelora Bung Karno, Arya 
yang  memaksaku untuk ikut menontonnya karena hari ini Indonesia melawan
 musuh  bebuyutannya alias Malaysia, sekaligus menjadi perpisahan aku 
dengan  Arya karena seusai pertandingan nanti dia akan langsung pergi ke
 Jogja, dia  ingin tinggal disana bersama Adik dan Neneknya karena di 
Jakarta dia tak  punya siapa-siapa lagi.
Kekalahan 
Indonesia seakan ikut berkabung  atas kepergian Arya ke Jogja, namun 
Indonesia masih punya harapan untuk  menang dalam final nanti, sedangkan
 aku tak punya harapan untuk membatalkan  kepergian Arya, ini sudah 
keputusan final Arya, keputusannya sudah bulat  untuk ke Jogja. Aku 
sangat berat melepasnya namun aku tak boleh egois,  itu pilihannya. Aku 
pun mengantar Arya ke bandara.
“kamu baik-baik ya sayang disini, aku gak akan lama kok di Jogja” ucap Arya seraya memelukku
“iya kamu juga baik-baik ya disana”
“seandainya kamu bisa ikut, aku pasti seneng banget”
“aku mau banget ikut kamu, tapi sekolahku gimana?”
“yasudah kamu belajar yang bener tapi besok nyusul aku ya, hehe” ledek Arya melepaskan pelukannya
“mana mungkin boleh sama Mama Papa” jawabku manyun, disaat suasana haru seperti ini masih saja bisa bercanda
“bercanda sayang, yaudah aku pergi dulu ya” ucapnya kemudian mencium keningku dan berlalu, aku hanya tersenyum dan menangis.
***
Jam 03 sore
“sore
 ini Mama sama Papa jemput kamu ya  disekolah, kamu tunggu disana jangan
 kemana-kemana, kami sedang on the  way” ucap Mama dibalik handphonenya,
 baru ku jawab iya Mama sudah  mematikan teleponnya. Beribu pertanyaan 
menyangkut diotakku. Aku bingung,  sepertinya ada sesuatu yang sangat 
penting.
Tumben banget jemputnya mendadak gini,  
biasanya juga konfirmasi dulu beberapa jam sebelumnya kalau mau jemput. 
 Nada suara Mama juga kayak dikejar-kejar setan begitu, nafasnya gak  
beraturan banget.
Segala pikiran buruk ku tepis, 
aku memilih  makan dulu sambil menunggu mereka datang, dari pada stres 
mikirin  tingkah aneh Mama mending isi perut dulu.
“sekarang juga kamu harus ke Jogja” baru ku duduk satu detik dimobil aku dibuat kaget dengan perintah Mama.
“hah? ke Jogja? buat apa Ma?” tanyaku penasaran
“entahlah, tadi adiknya Arya telepon kerumah, dia bilang Arya ingin bertemu sama kamu”
“kenapa harus hari ini Ma?”
“Mama juga gak tau, mungkin ada hal penting yang gak bisa ditunda, sudah kamu kesana saja untuk memastikan kebenarannya”
“sama Mama Papa kan?”
“gak,
 Mama sama Papa masih ada urusan dikantor, kita cuma nganterin kamu  
kebandara, nanti disana sudah ada Adik Arya yang akan menjemput kamu”  
aku hanya bisa pasrah menuruti perintah Mama, aku pun tak ingin bertanya
  lebih banyak lagi, percuma karena Mama akan tetap kekeuh menyuruhku  
pergi kesana, Arya dan kedua orangtua ku sangat dekat terutama Mama jadi
  gak heran kalau Mama begitu antusias mengabulkan keinginan Arya, lagi 
 pula yang tau jawaban pastinya cuma Arya, Adiknya dan Tuhan. Aku pun  
mencoba menghubungi Arya namun nomornya tidak aktif.
Tibalah
 aku dibandara, Mama tak menyiapkan  apapun untukku, aku pun pergi tanpa
 membawa baju ganti, tak apalah kan  ada Arya. Lagi pula kata Mama aku 
hanya sebentar, hari Minggu pulang  jadi hanya dua hari.
***
Setiba di Jogja terlihat Adiknya Arya bernama Galih sedang gelisah menungguku. Dia masih kelas satu SMA.
“Galih, ada apa sih?”
“kakak ikut aku aja, nanti juga tau, tapi kakak harus pake kain penutup mata ini” jawabnya sembari menyodorkan kain hitam padaku
“harus ya?”
“iya,
 ada kejutan buat kk, udah nurut aja” aku pun menuruti keinginan  
konyolnya Galih, walau aku risih seperti ini tapi aku coba mengikuti  
permainannya.
15 menit kemudian aku mendengar suara 
orang  banyak sedang mengaji, semakin ku langkahkan kakiku kedepan 
semakin  jelas terdengar dann…ya Tuhan itu surat yasin!!! ini dimana? 
apakah  dirumah Neneknya Arya? lalu surat yasin itu untuk apa? tanpa 
minta izin  dan bertanya pada Galih aku pun membuka kainnya.
Bendera
 kuning!!! dihadapanku, siapa yang meninggal??? aku pun segera  masuk 
kedalam, semua orang terkejut dengan kehadiranku dan kontan  
menghentikan suaranya namun aku tidak peduli, butiran air mataku  
terjatuh tanpa ku minta, tetesannya makin deras ketika aku melihat  
seseorang yang terbujur kaku dan tertutup kain bercorak cokelat itu  
dilantai, aku membukanya perlahan, tangisku makin pecah tak berarah, itu
  Aryaaaaa……..kepalaku berat, aku menjerit hebat hingga ku tergeletak 
tak  sadarkan diri disamping jenazah.
Setengah
 jam berlalu, aku tersadar dengan  harapan kejadian tadi hanyalah sebuah
 mimpi, namun aku tak bermimpi,  Arya benar-benar telah tiada. Ku buka 
perlahan kelopak mataku yang  terasa berat, ada seorang wanita yang 
sangat aku kenal dan sangat dekat  denganku.
“Lia, kamu
 sudah sadar” ucapnya, pandanganku semakin jelas dan itu Mama,  sejak 
kapan Mama ada disini? disamping Mama juga ada Papa.
Seketika aku menangis lagi mendengar suara orang-orang mengaji itu. Aku tak henti-hentinya menangis, aku sangat terpukul. 
Inikah
 kejutan untukku? inikah arti  dari pesan Tante Farah beberapa bulan 
yang lalu? inikah lelucon Arya  sewaktu keberangkatannya ke Jogja dan 
menyuruhku untuk datang? aku sudah  datang hari ini, aku mengabulkan 
permintaanmu Arya tapi kenapa kamu  malah pergi????
Ternyata
 Mama dan Papa sengaja menyusulku,  mereka sudah tau semuanya dari awal 
tapi mencoba menutupinya dari aku.  Aku pun tak diizinkan untuk ikut 
kepemakaman Arya namun aku keras  kepala, aku ingin mengantarkan Arya 
keperistirahatan terakhirnya, tak  peduli apa yang akan terjadi padaku 
nanti, kalaupun aku harus ikut  terkubur bersama Arya, aku mau!!!
Belum sampai jenazah Arya masuk keliang lahad, aku tergeletak lemas dan pingsan.
Malam
 harinya dengan mata yang bengkak,  wajah yang sembab dan suara yang 
parau hampir hilang, aku duduk diteras  rumah Nenek Arya untuk menikmati
 udara malam dan melihat bintang-bintang  untuk sekejap menghilangkan 
penatku dan sedihku.
“astaga!! sekarang kan tanggal 18″ ucapku terhenyak seraya menepuk jidat. Sesaat ku teringat bahwa ini adalah tanggal 18 November,
  ya pertandingan bola kemarin adalah tanggal 17 hari Kamis, aku tak  
menyadarinya, ya Tuhaaaaaannnnn kenapa harus tanggal itu lagi? Seketika 
 awan bagaikan arang, gelap kelabu, bintang redup, sinarnya tak  
terpancar, rembulan murung menatap kehancuranku. Tangisku pecah lagi,  
tak ada lagi keindahan yang dapat ku nikmati hari ini, bahkan mungkin  
sampai besok, lusa dan selamanya. Apa maksud Tuhan merencanakan semua  
ini untukku? supaya apa? supaya aku tegar? tidak, semua ini membuatku  
rapuh dan sangat rapuh? supaya aku lebih dewasa? aku sudah cukup dewasa 
 untuk memahami semua ini, yang aku tau ini bentuk ketidakadilan, bentuk
  kekejaman dan bentuk keegoisan. Semuanya direnggut oleh maut, termasuk
  kebahagiaanku, kalaupun tanggal 18 Desember adalah hari kematianku, aku siap!
“sayang
 kamu yang sabar ya, masih ada Mama  sama Papa. Semuanya sudah suratan 
takdir, kamu gak boleh menyalahkan  Tuhan. Kamu tau kan kalau Tuhan gak 
akan memberi cobaan ke kita diluar  batas kemampuan kita? dan menurut 
Tuhan kamu wanita yang sangat kuat,  sangat tegar, makanya cobaan kamu 
seberat ini. Kalau kamu ikhlas dan  tabah, cepat atau lambat kesedihanmu
 yang bertubi-tubi itu akan diganti  dengan kebahagiaan yang 
bertubi-tubi juga, Tuhan tau yang terbaik untuk  setiap umat-Nya” ucap 
Mama menyeka air mataku dan memelukku.
Setidaknya 
ucapan dan pelukan Mama bisa  sedikit menenangkan hatiku, aku tau Mama 
juga merasakan kesedihanku.  Setidaknya aku bersyuukur karena masih 
punya Mama dan Papa.
 _______THE END_______ 


No comments:
Post a Comment