
Sore itu hatiku bagaikan disambar petir begitu mendapatkan sebuah 
undangan yang tergeletak manis dimeja kamarku. Bagaimana tidak itu 
adalah surat undangan pernikahan sahabatku, Ryan. Dua minggu lagi 
pernikahan itu berlangsung dan aku harus menyiapkan mental baja 
melihatnya dipelaminan bersama wanita lain. Aku mencintai Ryan, sangat 
mencintainya!! namun Ryan tak pernah tau. Aku sengaja menyembunyikannya 
karena dia sangat mencintai kekasihnya, lagi pula aku tidak mau 
melanggar prinsip persahabatan kami yang sudah dibina hampir tujuh tahun
 bahwa cinta tak boleh mengalahkan persahabatan. Tujuh tahun 
adalah waktu yang sangat cukup bahkan lebih untuk memahami sifat kami 
masing-masing, mengetahui kebiasaan serta kejelekan kami. Keluarga kami 
juga saling dekat dan kami sudah terbiasa bersama, bagaimana mungkin 
kalau benih-benih cinta itu tidak tumbuh dihatiku secara perlahan.
Dua tahun belakangan ini, Ryan jarang ada waktu berdua denganku. Setiap 
kali aku mengajaknya bertemu dia selalu membawa Anggie, kekasihnya. 
Banyak persamaan antara aku dan Anggie, cara berpakaian kami, cara 
bicara kami, wajah kami yang sedikit mirip, film kesukaan kami, dll. Tak
 heran jika aku juga cukup dekat dengannya, kami selalu menghabiskan 
waktu bertiga. Namun mengapa hati Ryan tidak berpihak padaku? Ya, 
mungkin saja ada sifat Anggie yang membuat daya tarik Ryan, orang kembar
 siam sekalipun pasti mempunyai sifat dan kepribadian yang berbeda, 
apalagi aku dengan Anggie yang tak mempunyai ikatan darah apapun.
"kenapa kamu gak bilang sama aku tentang rencana pernikahan kalian?" tanyaku kepada Ryan
"kamu kan sibuk Len"
"dari dulu kan aku juga sibuk tapi buktinya aku selalu bisa meluangkan waktu bersama kamu dan Anggie"
"sudahlah Len, aku sudah dewasa untuk menentukan jalan hidupku sendiri tanpa harus selalu minta pendapat kamu"
"oh jadi kamu sudah gak butuh aku lagi?"
"bukan gitu Len, sebenarnya....ah nanti kamu akan tau sendiri"
"tau apa? aku mau tau sekarang"
"gak, kamu gak akan sanggup mendengar sekarang, sudah ya aku mau pergi dulu"
Aku hanya mematung melihat kepergian Ryan, beribu tanya menancap diotakku.
***
"kamu qo belum siap-siap Len? hari ini kan pernikahan Ryan"
"aku tau Mah"
"sayang 
Mama tau perasaan kamu seperti apa tapi Ryan akan sangat kecewa kalau 
kamu gak datang" air dalam mataku jatuh beraturan, semakin deras. Aku 
tak sanggup melihat Ryan dipelaminan itu dengan Anggie.
"sebenarnya ada satu rahasia yang kamu harus tau" lanjut Mama
"rahasia apa Mah? apa ada hubungannya dengan Ryan?"
"tidak ada, tapi dengan Anggie"
"hah Anggie? ada apa dengan dia?"
"Mama takut menceritakannya, kamu gak akan sanggup mendengarnya"
"aku akan baik-baik saja Mah, Mama kenapa menangis?"
"sebenarnya Anggie itu........Kakak kandung kamu"
DEGG!!! jantungku seakan dihantam pedang, air mataku terhenti untuk beberapa detik
"apa??? 
Anggie kakakku?? bukankah aku anak tunggal??" sungguh, ini berita yang 
paling menyakitkan.
Kalau memang itu benar, berarti Ryan adalah kakak iparku dan aku akan semakin sering melihat mereka berduaan, ya Tuhaaann...
Kalau memang itu benar, berarti Ryan adalah kakak iparku dan aku akan semakin sering melihat mereka berduaan, ya Tuhaaann...
"maafin 
Mama dan Papa nak, Anggie diangkat sama Tante Henny untuk menjadi 
anaknya. Tante Henny punya penyakit kista dan gak bisa punya anak. 
Awalnya Mama dan Papa juga gak setuju tapi kami gak tega dengan Tante 
Henny yang begitu menginginkan Anggie. Saat itu tepat dihari kelahiran 
kamu, untuk itu Mama, Papa, Tante Henny dan Om Fariz sepakat untuk 
menyembunyikan semua ini dari kamu. Mereka selama ini tinggal di Jogja"
Lidahku kelu untuk mengucapkan satu patah kata pun, Mama memelukku membuat aliran air mataku menjadi sangat deras.
"Ryan dan
 Anggie tau tentang hal ini tapi Mama larang untuk menceritakan ke kamu 
karena Mama tau kamu akan lebih sakit lagi kalau mereka yang cerita. 
Anggie juga Mama ceritakan tentang perasaan kamu ke Ryan, dia shock dan sempat ingin membatalkan pernikahannya dengan Ryan tapi undangan udah kesebar dan gak mungkin dibatalin"
"Ryan tau tentang perasaan aku?" tanyaku berat
"gak sayang, Mama gak cerita tentang perasaan kamu"
"syukurlah
 kalau gitu, Hellen mau siap-siap dulu ya Mah buat ke acara pernikahan 
mereka" ucapku seraya mengusap air mata dan berdiri dihadapan Mama 
dengan wajah sok tegar
"kamu baik-baik saja?" tanya Mama yang sepertinya tau isi hatiku
"iya dong, masa aku harus sedih dihari kedua orang yang aku sayang bahagia. Seharusnya aku ikut bahagia kan Mah?"
"i-iya sayang" jawab Mama tersenyum paksa
***
Sekuat 
apapun menyembunyikan sesuatu pasti akan ketauan juga, sama halnya 
dengan air mataku yang sudah mencapai titik akhir untuk dipertahankan. 
Tangisku pecah mengiringi kedua pengantin itu menuju pelaminannya. Tak 
ingin membuat orang lain bertanya aku pun segera ke toilet untuk mencuci
 mukaku yang sembab.
Matahari mulai terbenam dan acara resepsi pernikahan sudah berakhir. Anggie datang menghampiriku.
"maafin kakak ya sayang, kakak sudah merebut kebahagiaan kamu"
"gak kak, ini takdir dan aku harus terima"
"maafin aku juga Len" sambar Ryan menyusul Anggie
"qo pada minta maaf, ini kan bukan hari lebaran"
"aku tau tentang perasaan kamu ke aku"
"hah? kamu tau dari mana?"
"dari sikap kamu dan dari Anggie juga"
"sudahlah, aku akan menghilangkan perasaan itu dan menerima kenyataan, Kak Anggie memang yang terbaik buat kamu"
"tapi kamu bagaimana?"
"aku gpp, aku gak akan kecewa karena kamu jatuh di orang yang tepat"
"kita masih bersahabat kan?"
"gak"
"lho qo gak?"
"kamu kan sekarang kakak iparku bukan sahabatku lagi"
"hehe dasar kamu" ucap Ryan mengacak rambutku
Anggie 
memelukku, tangisku pecah dibahunya. Hatiku memang rapuh namun aku tau 
itu hanya sementara. Tuhan tau isi hatiku dan mungkin suatu saat akan 
ada Ryan kedua yang menjadi pendamping hidupku. Bukankah kebahagiaan 
yang sesungguhnya berasal dari dalam diri kita sendiri?
__________THE END__________

No comments:
Post a Comment