Thursday, November 24, 2011

Keyakinan yang Berbeda


Aku tak tahu pasti kapan aku mulai memiliki rasa ini, aku tak tahu berawal dari apa aku merasakannya.

Kau, seorang pria yang cukup tampan, berkulit putih, berambut jabrik, tinggi semampai dan berkacamata namun tidak cupu telah berhasil menghipnotis hatiku secara diam-diam. Memang banyak yang mengagumimu, dengan parasmu yang cukup menarik, namun mengapa tak satupun kau tanggapi? begitu angkuhkah dirimu? atau memang sifatmu yang pendiam yang membuatmmu enggan untuk berbicara lebih kepada mereka? mereka, para wanita yang menyukaimu, entahlah. Aku tidak tahu banyak tentang dirimu, tapi aku ingin tahu dan sangat ingin tahu.


"Din, kamu tau nama dia siapa?" tanyaku kepada teman sebangku ku, Dina, mataku seolah menunjuk seorang lelaki yang sedang duduk didepan kelasnya, sebelah kelasku
"yang mana Nay?" tanya Dini balik, dia belum paham maksudku
"yang pakai kacamata" jawabku singkat yang kebetulan hanya dia yang pakai kacamata diantara empat pria lain
"oh, gak tau Nay, tapi dengar-dengar memang pendiam anaknya, dia jarang ngomong sama anak perempuan kecuali kalau ditanya duluan, sama kaya kamu dulu, hehe. Kenapa? kamu suka ya kayak anak-anak cewe yang lain? ciyeee Naya" jawab Dini menggodaku
"memangnya cuma sekedar tanya nama sudah pasti suka, aku cuma penasaran" jawabku lirih
"tuh kan penasaran berarti tanda-tanda suka nih" jawab Dini yang semaki menggodaku
"ssssttt udah ahk, aku mau masuk kelas" ucapku sambil berlalu meninggalkan Dini

"aku memang suka dia Din, bukan hanya suka tapi sayang, entah kalau cinta. Aku ingin tahu nama dia, sangat ingin tahu"

***

Ku terdiam dibalkon luar kamarku, memandangi langit yang gemerlap karena bintang. Ku biarkan angin malam menelusup pori-pori kulitku, menghempaskan tubuhku dengan lembutnya, ku pejamkan mataku dan ahhh...wajahmu..
wajahmu ada disana, diruang khayalku yang semu. Ku putar otakku sejauh ku bisa, aku menemukanmu disana, disana banyak memori tentangmu, tentang kita. Ku ingat kembali memori itu, saat kita bertemu, ya kita sering bertemu walau tak sekelas. Rasanya tak mungkin jika kau mengingat semua itu, tak penting bagimu, tapi sangat penting bagiku, semua tentangmu kini menjadi sangat penting bagiku.

Dikantin. Kita sering makan makanan yang sama, tak jarang kita membeli dalam waktu yang bersamaan, soto ayam Bu Tini tepatnya. Dan terkadang kita juga membeli minuman yang sama, jus mangga Pakde Nano. Apakah itu berkesan untukmu? ku rasa tidak.

Dikoperasi. Pagi-pagi sebelum bel masuk berbunyi, kau sering membeli sarapan disana, begitu juga denganku. Mungkin kita sama-sama malas untuk sarapan dirumah. Tak jarang kita membeli sarapan yang sama, roti cokelat dan air mineral. Ya aku tau semua orang memang menyukai cokelat termasuk aku dan kamu. Itu sangat biasa untukmu.

Diperpustakaan. Tak jarang kita belajar disana, bukan-bukan, bukan kita, tapi aku dengan teman-temanku dan kau dengan teman-temanmu. Aku lebih menyukai suasana belajar diperpus karena lebih tenang, entah bagaimana alasanmu, mungkin sama.

Diparkiran. Tak jarang kita datang dalam waktu yang bersamaan, sepuluh menit sebelum bel itu kebiasaan kita. Motor kita pun sering berdekatan letaknya.

Haruskah aku sebut semua tempat? tempat-tempat yang biasa mempertemukan kita. Oke baiklah, diluar kelas, dikoridor-koridor sekolah, dilapangan, diloby, kita sering bertemu disana, apa kau ingat semua itu? tidakkah kau merasakan hal yang sama denganku? ahh rasanya tak mungkin, bahkan mengingat wajahku saja rasanya tidak mungkin.

Cukup hari ini, seharian otakku terkuras habis olehmu.              

***

Ku mulai kembali menjalani berbagai aktifitasku seperti biasa, tapi tidak kali ini dan entah sampai kapan semuanya tidak seperti biasa lagi, ada kau anak baru yang menelusup otakku. Sekarang ada kesibukan yang menambah berat beban otakku, dirimu, ya dirimu yang tanpa ku mau terus berlarian diotakku.

"Tuhaaaaaaaaaaaan mengapa harus dikelas tiga ini aku menyadarinya, mengapa harus dikelas tiga ini aku menyayanginya, aku mau fokus belajar Tuhan, aku tak mau otakku terbagi dengan dia"

"Nay, aku bareng kamu ya ketempat lesnya, aku gak bawa motor, motorku rusak" ucap Dini membuyarkan lamuanku
"oke"

Hari pertama les sudah membuat jantungku ingin keluar dari tempatnya. Bukan, bukan karena pengajarnya yang galak ataupun cara mengajarnya yang sulit dimengerti. Melainkan karena sosok pria yang baru saja melangkah dihadapanku dan sekarang duduk disebelah kiriku yang kebetulan masih kosong.

"ternyata dia les disini juga, tapi kenapa bisa sekelas? disini kan ada puluhan kelas, ini kebetulan atau takdir? entahlah, apapun itu yang jelas aku senang. Aku sangat senang Tuhan, terimakasih"

***

Delapan bulan berlalu, aku masih enggan menyatakan perasaanku yang semakin dalam ini kepada Aldo. Ya, pria yang selama ini tinggal dihati ku bernama Aldo, Armand Revaldo, nama yang indah, seindah yang punya. Kini aku dan Aldo semakin dekat. Ternyata kepribadiannya sangat baik dan menyenangkan, aku semakin tertarik padanya. Semuanya berawal dari tempat les itu, dia sering mengajiriku berbagai macam pelajaran yang kurang ku mengerti dan aku pun juga tak jarang mengajarinya, namun harus ku akui bahwa Aldo mamang lebih pintar dariku. Kami juga sering belajar bersama disekolah, dengan Dini juga tapi tak jarang Dini tidak ikut belajar bersama kami dengan berbagai alasan diotaknya.

Besok UN, ini berarti selama seminggu aku akan jarang bertemu Aldo, mungkin tidak akan ketemu karena ruangan kami berbeda. Begitu juga ditempat les, selama UN tempat les ditutup entah apa alasannya. Dibukanya kembali setelah UN. Tak masalah, setidaknya aku bisa lebih fokus untuk belajar, dia telah banyak memberiku semangat dan motivasi.
drrtt...drrtt..getaran handphoneku seketika menghentikan belajarku
"sms dari Aldo" batinku
"semangat ya Naya belajarnya, nilai UN kamu harus lebih tinggi dari aku :p" sms yang cukup membuat hatiku berdebar, senyumku merekah dan semangatku memuncak.
"pasti Aldo, lihat saja pasti nilai UN ku lebih tinggi dari pada kamu, kamu juga yang semangat yaa :D" balasku untuknya.
Memang semenjak ada Aldo, semangat belajarku jadi tinggi menjulang. Aku jadi sangat senang belajar, semua yang Aldo ajarkan, semua semangat dan motivasi dari Aldo masih terekam rapih diotakku. Saat ku suntuk dan jenuh pasti ku putar untuk membuatku semangat lagi.

***

UN telah berlalu, aku berhasil melewatinya dengan hasil ku sendiri. Kini persiapan untuk SNMPTN harus lebih matang.

"Nay, besok kan libur, gimana kalau kita lanjutin belajar SNMPTN ini ditaman dekat rumahku besok? kamu pasti suka suasananya" ajak Aldo saat bel masuk kedua berbunyi
"aku kan gak tau rumah kamu"
"nanti aku yang jemput kamu"
"beneran ya, yaudah aku mau"

"gak salah Aldo ngajak aku ketaman? berdua doank? Nayaaa, please deh mungkin Aldo juga ingin mengajak Dini tapi Dini nya gak ada tadi, lagipula besok cuma belajar bukan kencan!!!"

"kenapa kamu Nay senyam-senyum gitu? pasti karena Aldo deh" tanya Dini
"iya Din, Aldo ngajak aku belajar ditaman dekat rumahnya besok. Kamu mau ikut?"
"qo ngajak aku, kan kamu doank yang diajak"
"gak qo, mungkin tadi Aldo juga mau ajak kamu tapi kamunya gak ada"
"gak akh nanti aku ganggu, hehe"
"ahk kamu, yaudah kalo gak mau"
"ciyeeeee Naya"
aku hanya tersenyum menanggapi godaan Dini.

***

Tamannya memang sangat indah, ternyata masih ada ya taman secantik ini ditempat umum. Suasananya begitu damai.

"Nay, sebenarnya aku ngajak kamu kesini bukan untuk belajar, tapi ada sesuatu yang mau aku omongin sama kamu"
hatiku bergetar, sesuatu? apa Aldo mau nembak aku? Tuhan inikah jawaban atas doaku selama ini?
"dasar kamu, bukannya bilang, aku udah berat bawa buku setebal ini, mau ngomong apa?" tanyaku seolah kecewa
"hehe maaf Nay, klo bilang aku takut kamu gak mau, kita duduk disana aja yuk gak enak ngomong sambil jalan gini"
gak mau? gak mungkin aku gak mau Aldoo..
Baru beberapa detik aku dan Aldo duduk disebuah bangku yang berada didepan air mancur, aku terhenyak tak percaya dengan apa yang aku lihat didepan mataku, tepatnya dileher Aldo. Kalung itu? aku baru kali ini melihat Aldo memakai kalung itu.
"Nay kamu dengar ucapan aku barusan?" tanya Aldo sambil melambaikan tangannya didepan mataku, aku masih menatap kalung itu
"maaf Do, aku gak dengar, bisa kamu ulangi?"
"kamu baik-baik saja kan?" tanyanya khawatir
"aku gpp, tadi kamu ngomong apa?" tanyaku lesu kemudian berpaling dari kalung itu
"oke, aku gak perlu basi-basi lagi dua kali, langsung aja ya, aku suka Naya sama kamu, aku sayang sama kamu"
deggg!!! hatiku tak berarah, tubuhku lemas, entah aku harus bahagia atau sedih.
"Nay, kamu kenapa nangis?" tanya Aldo yang semakin khawatir dengan sikapku
"aku salah ngomong ya, maaf Nay aku gak bermaksud buat kamu sedih" lanjutnya
"kamu gak salah Do, sebenarnya aku juga udah lama sayang sama kamu, bahkan udah cinta sama kamu, ta-tapi....." aku tak mampu melanjutkan ucapanku, isak tangisku semakin mendera
"tapi apa Nay? aku beneran sayang sama kamu, aku mau ngomong ini udah lama tapi takut ganggu belajar kamu" ucapan Aldo semakin sulit menghentikan tangisku
"tadinya aku malah takut kamu udah punya cewe atau perasaan aku gak terbalas sama kamu, tapi sekarang memang tak mungkin kita bersama, kita berbeda agama Do" tangisanku semakin menjadi, kalung salib itu yang membuat butiran-butiran air mataku sulit ku tahan, selama ini aku mencintai orang yang salah, pantas saja selama ini ada satu tempat yang tidak pernah mempertemukan aku dengan Aldo, masjid sekolah, ya aku baru ingat bahwa tak pernah sekalipun aku bertemu dengannya disana
"cuma karena perbedaan agama gak berarti kita gak bisa bersatu Nay, aku nyaman banget berada didekat kamu, kamu wanita yang aku cari selama ini, aku menemukan sosok yang berbeda didiri kamu yang wanita lain gak punya, kamu udah berhasil mencuri hati aku dari banyaknya wanita yang selama ini aku kenal" Aldo pun memelukku dengan begitu hangatnya dan membuat ku jauh lebih tenang
"tapi Do, apa kamu rela meninggalkan agamamu dan ikut bersama agamaku?"
"gak perlu Nay, kamu gak perlu meninggalkan agamamu dan aku juga gak perlu meninggalkan agamaku, kita saling menyayangi, kita pasti bisa saling memahami perbedaan kita" ucap Aldo melepaskan pelukannya
"tapi Do bagaimana dengan keluarga kita? bagaimana kalau kita sampai menikah? lalu nasib anak-anak kita? kita gak mungkin bisa selamanya hidup tenang dalam sebuah keluarga dengan perbedaan keyakinan"
"mungkin orangtuaku akan mengerti Nay, aku gak mau kehilangan kamu" isak tangis pun menghiasi pipi Aldo
"Aldo" ucapku menggenggam tangannya
"aku juga gak mau kehilangan kamu, tapi keluargaku sangat menomorsatukan agama, mereka gak akan setuju dengan hubungan kita sekalipun hati kamu seperti malaikat" lanjutku
"aku bisa saja ikut agama kamu tapi tak mungkin, orangtuaku pasti sangat melarang"
"kamu percaya kalau jodoh itu gak akan kemana kan?" Aldo hanya mengangguk mengiyakan
"sekarang kita gak mungkin bersatu tapi suatu saat nanti kalau memang Tuhan menakdirkan kita berjodoh gak akan ada satu pun penghalang yang bisa memisahkan kita lagi"
"tapi Nay, aku gak rela kamu dimiliki oranglain"
"aku juga Do"
"bagaimana kalau kita jalani hubungan ini secara diam-diam sampai nanti Tuhan menemukan kita dengan jodoh kita masing-masing?"
"aku takut semakin sulit melepas kamu, lagipula sebentar lagi kita lulus, kamu bakal lupa sama aku saat kuliah nanti"
"gak mungkin Nay, aku gak semudah itu melupakan kamu"
"Do, percaya sama aku ya, Tuhan udah mengatur semuanya, mungkin ini jalan yang terbaik untuk kita"
"baiklah" kata Aldo lesu
"sekarang kita gak usah nangis-nangisan lagi, aku mau seharian ini menghabiskan waktu sama kamu, aku ingin hari ini jadi hari perpisahan yang indah buat kita"
"maksud kamu disekolah dan ditempat les kita gak akan bisa dekat lagi?"
"iya Do, aku akan berusaha jauhin kamu, kamu juga harus jauhin aku, supaya perasaan kita gak semakin dalam satu sama lain"
"Nayaaaaaaaaaaaa kenapa ada wanita yang pikirannya sejauh kamuuu?" kata Aldo gemas
"hehe, udah ayo sekarang ajak aku kedanau yang pernah kamu ceritain itu, aku mau lihat, itu beneran sebagus cerita kamu atau cuma ilusi kamu" ajakku menarik tangannya

Aku dan Aldo pun menghabiskan waktu seharian dengan penuh keceriaan, walaupun didalam hati kami tersimpan luka yang entah kapan bisa sembuh, perpisahan ini sangat menyakitkan buat kami, tapi ini harus kami jalani walau dengan keterpaksaan yang begitu besar. Kami percaya jika kami berjodoh, kami akan bersatu lagi.



Tidak semua perbedaan bisa menyatukan cinta keduanya, melainkan juga persamaan. Ya, persamaan dalam perasaan, persamaan dalam impian dan yang terpenting adalah persamaan dalam keyakinan :)

_______THE END_______

No comments:

Post a Comment

About

.
.