Tak pernah ada yang 
special dihari ibu, aku iri  dengan teman-temanku yang begitu mudahnya 
mengungkapkan rasa sayang  mereka kepada Ibunya, yang begitu mudahnya 
bermanjaan dengan Ibunya  dengan umurnya yang sudah dewasa, dan yang 
begitu mudahnya mengucapkan  “selamat Hari Ibu” langsung kepada Ibunya. 
Tapi mengapa semuanya begitu  sulit untukku? Apakah Ibu juga tidak iri 
dengan teman-temannya yang  mungkin selalu mendapatkan hadiah dari 
anak-anaknya dihari Ibu? Apakah  Ibu tidak mengharapkan ucapan itu dari 
anak-anaknya? Mungkin saja Ibu  sudah terbiasa dengan keadaan itu, sama 
halnya dengan aku yang sejak  dulu terbiasa mengabaikan Hari Ibu. Ayah 
juga bersikap biasa saat Hari  Ibu itu tiba, apakah dia iri mengapa tak 
ada Hari Ayah, makanya Ayah  juga mengabaikan Hari Ibu? 
Entahlah, 
mungkin memang ini sudah menjadi  kebiasaan keluarga kami yang tak 
pernah menjadikan tanggal apapun  sebagai hari yang special kecuali hari
 lebaran dan kelahiran.
Rasa bimbang dan sedih 
bercampur-aduk  dihatiku, terlalu banyak hal yang ingin ku lakukan untuk
 Ibu namun aku  enggan melakukannya. Tiba-tiba langkahku terhenti 
didepan toko bunga.
“mba, mau beli bunga untuk Ibunya ya?” Tanya seorang pegawai toko bunga itu yang kontan membuyarkan lamunanku
“eh,
 i-iya mas” jawabku terbata, sejak dulu  aku memang ingin memberikan 
hadiah untuk Ibu di hari Ibu, setidaknya  setangkai bunga mawar, namun 
selalu gagal karena rasa gengsiku yang  begitu besar
“ini mba, sepertinya seikat mawar merah ini sangat cocok untuk hadiah Ibu anda diHari Ibu”
“iya mas, saya ambil yang ini”
“Ibu
 mba pasti senang dan bangga punya anak  seperti mba, anak jaman 
sekarang jarang yang mau memberikan hadiah untuk  Ibunya, terlebih lagi 
dihari Ibu ini” aku hanya tersenyum lirih  mendengarnya dan segera 
membayarnya kemudian berlalu. Aku tak ingin  mendengar lebih banyak 
pujian darinya yang sebenarnya tak pantas aku  dapati.
Lima
 meter lagi aku sampai didepan pintu  rumah, hatiku makin berdebar, 
pikiranku kalut dengan kata-kata yang  harus ku ucapkan nanti setibanya 
ku dihadapan Ibu. Apakah aku berani  mengucapkan selamat hari Ibu, 
mencium pipinya, memeluk tubuhnya dan  memberikan bunga ini untuknya? 
Lalu bagaimana reaksi Ibu? Apakah dia  akan menangis? Atau bahkan 
menertawakan tindakan anehku? Ah, aku tidak  mau tahu apa reaksi Ibu 
nanti, kali ini aku harus bisa melakukannya.
Pintu rumah 
tak terkunci, aku mencari Ibu  dengan langkah yang pasti namun langkahku
 ciut saat melihat Ibu sedang  memasak didapur, itu tempat favorit Ibu. 
Tidak ada kesedihan yang  terlukis diwajahnya, tak ada air mata yang 
membasahi pipinya saat tak  satupun anaknya mengucapkan dan memberikan 
hadiah dihari yang seharusnya  menjadi hari yang istimewa untuknya. 
Semuanya sangat biasa seperti  hari-hari kemarin.
“Bella, kamu sudah pulang” sapa Ibu yang berhasil menemukanku sedang mengintipnya
“hehe iya Bu” jawabku seadanya dan langsung menghampiri Ibu untuk mencium tangannya
“wah bunganya indah sekali, pasti dari Noval ya?”
“bu-bukan,
 eh iya Bu dari Noval dari siapa  lagi” ya Tuhaaan kenapa rasa gengsi 
itu memuncak lagi, kenapa begitu  sulit mengucapkannya
“Bella kekamar dulu ya Bu” lanjutku kemudian meninggalkan Ibu.
Tangisku
 memecah tak tertahan,  butiran-butirannya mengalir sangat cepat dan 
deras. Kenapa harus gagal  lagi? Aku bodoh, sangat bodoh. Untuk 
mengungkapkan rasa sayangku kepada  Ibu saja aku tidak bisa. Tapi kenapa
 saat hari Valentine atau hari-hari  lain, begitu mudahnya aku 
mengungkapkan rasa sayangku kepada kekasihku  Noval? Bahkan saat aku 
bersalah aku enggan meminta maaf pada Ibu, yang  aku tahu Ibu selalu 
memaafkan kesalahku tanpa ku minta. Tapi ketika aku  berbuat salah 
kepada Noval, tanpa ragu dan malu aku meminta maaf  padanya. Ya Tuhaaan 
mengapa Ibu punya anak sepertiku?? Aku tak bisa  membahagiakan Ibu, 
apakah Ibu tahu betapa aku sangat menyayanginya?  Betapa aku sangat 
ingin mengungkapkan kasih sayang dan rasa bersalahku?
“Bel,
 makan malam dulu yuk, masakannya sudah  matang” ajak Ibu mengetuk pintu
 kamarku, tak ada jawaban dariku, Ibu pun  masuk kekamar yang lupa ku 
kunci dan tentu saja Ibu kaget melihatku  menangis
“lho kamu kenapa menangis? Bukankah seharusnya kamu bahagia mendapatkan bunga dari Noval?”
“bukan itu Bu, bukan karena Noval”
“lalu karena apa?”
“Ibu tau hari ini hari apa?”
“iya tau, sekarang hari kamis, memangnya kenapa?”
“bukan itu, maksud Bella apa Ibu tau kalau sekarang adalah tanggal yang special?”
“oh
 iya, sekarang tanggal jadian kamu sama  Noval kan?” plak!! Seketika aku
 menepuk jidatku, pantas saja Ibu mengira  bunga itu dari Noval, tapi 
kenapa Ibu ingat? aku saja lupa, bahkan  Noval pun juga lupa, tadi 
seharian dikampus aku membantu Noval yang  sibuk mengerjakan skripsinya
“bukan itu Bu, hari ini adalah Hari Ibu”
“oh, lalu kenapa?”
“Ibu tidak tanya Bella kenapa Bella gak pernah ngucapin dan kasih hadiah ke Ibu?”
“gak perlu, untuk apa?”
“Ibu gak ngiri dengan teman-teman Ibu yang selalu mendapatkan hadiah dari anak-anaknya dihari Ibu?”
“buat apa iri, Ibu malah bangga punya anak seperti kamu dan kak Ivan”
“bunga ini sebenarnya bukan dari Noval, aku sengaja beli untuk Ibu tapi aku malu ngasih ke Ibu”
“untuk apa kamu repot-repot membelikan bunga itu untuk Ibu?”
“aku
 ingin seperti anak yang lain, yang bisa  memperlakukan Ibu dengan 
istimewa dihari yang istimewa ini, setidaknya  memberikan hadiah untuk 
Ibu”
“sayang, Ibu gak pernah mengharapkan  diperlakukan istimewa 
dihari Ibu atau dihari-hari lainnya, Ibu gak  pernah mengharapkan hadiah
 dari kamu dan Kak Ivan. Bagi Ibu, kamu nurut,  rajin dan santun sudah 
menjadi hadiah yang sangat istimewa untuk Ibu”  jelas Ibu memelukku
“nak,
 sesungguhnya tanpa kamu susah payah  mengumpulkan keberanianmu untuk 
mengungkapkan rasa sayangmu kepada Ibu,  Ibu sudah tahu kalau kamu 
sangat menyayangi Ibu. Dari cara bicaramu yang  tak pernah menyakiti 
Ibu, dari sikapmu yang tak pernah membantah Ibu  dan dari do’amu yang 
sepanjang hari terurai untuk Ibu. Kasih sayang itu  tak bisa diukur 
dengan materi, kebahagiaan pun tak hanya bersumber dari  materi saja. 
Ibu juga tak pernah mengharapkan balasan materi dari kamu  sayang” 
lanjut Ibu yang membuat air mataku semakin sulit terhenti.
“maafkan Bella ya Bu” ucapku seraya mempererat pelukan Ibu.
Kasih sayang tak bisa terbentuk dan terbayar dalam balutan materi melainkan sikap tulus dan keikhlasan bertindak.
 SELAMAT HARI IBU - 22 DESEMBER 2011 



No comments:
Post a Comment